Alim Minum,Alim Main,Alim Judi,Alim Narkoba,Alim maling

Jumat, 16 Juni 2017

Dalil ucapan menjelang akhir bulan ramadhan

 Dalil ucapan menjelang akhir bulan ramadhan

Postingan kali ini menguraikan selintas mengenai dalil ucapan menjelang akhir bulan ramadhan. Sebuah dalil kritis terhadap kebiasaan dan budaya di kalangan mayoritas umat Islam di Indonesia dari segi tinjauan dalil hadits Rasulullah.
Doa 10 hari terakhir bulan Ramadhan mengharap Malam Lailatul Qadar
Dalil pada Doa akhir Ramadhan bersumber dari hadits nabi yang diriwayatkan oleh Siti ‘Aisyah dalam rangka mengharapkan Lailatul Qadar. Ajaran yang telah diberikan oleh Nabi memerintahkan doa seperti di bawah ini.
Bacaan doa akhir Ramadhan ini berdasarkan hadits sohih yang semestinya dilakukan oleh setiap muslim untuk mengharap lailatul qadar dengan memohon ampun kepada Allah Swt..

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِيُّ عَنْ كَهْمَسِ بْنِ الْحَسَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaiman Adh Dhuba’i dari Kahmas bin al-Hasan dari Abdullah bin Buraidah dari Aisyah ia berkata, “Wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui malam apakah lailatul qadar, apakah yang aku ucapkan padanya?” Beliau mengatakan, “Ucapkan: Allaahumma innaka ‘afuwwun kariimun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Ampunan dan Maha Pemurah, Engkau senang memberikan ampunan, maka ampunilah aku).” Abu Isa berkata, “Hadis ini adalah hadis hasan sahih. (H.R. Tirmidzi 3435 diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah 3840, Ahmad 24215, 24320, 24322, 24330, 24559, dan 25018)
Redaksi dari do'a dari dalil hadits Rasul tersebut adalah sebagai berikut :
 اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Selain do'a menjelang akhir di malam 10 hari terakhir Ramadhan ada juga dalil-dalil amaliyah ibadah lain terkait hal itu. Berikut dalil ucapan menjelang akhir bulan ramadhan pada hadits lain untuk permasalahan meminta maaf ketika ‘iedul fithri: mari kaum muslim untuk melihat beberapa riwayat dan perkataan para ulama:

Imam Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, seorang ulama hadits dan besar madzhab syafi’iyyah berkata:
وروينا في المحامليات بإسناد حسن عن جبير بن نفير قال كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض تقبل الله منا ومنك
“Diriwayatkan kepada kami di dalam kitab Al Muhamiliyat, dengan sanad yang hasan (baik) dari Jubair bin Nufair, beliau berkata: “Senantiasa para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika bertemu pada hari ‘ied, sebagian mereka mengatakan kepada yang lain: “Taqabbalallahu minna wa minka” (semoga Allah menerima amal ibadah dari kita dan dari anda). lihat kitab Fath Al Bari 2/446. Dalil hadits ucapan hari raya.
Dan Ibnu Qudamah (seorang ahli fikih dari madzhab hanbali) rahimahullah menukilkan dari Ibnu ‘Aqil tentang memberikan selamat pada hari ‘ied, bahwasanya Muhammad bin Ziyad berkata: “Aku bersama Abu Umamah Al Bahili (seorang shahabat nabi) radhiyallahu ‘anhudan selainnya dari para shahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka jika pulang dari shalat ‘ied berkata kepada sebagian yang lain: “Taqabbalallahu minna wa minka”. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahberkata: “sanad hadits Abu Umamah adalah sanad yang baik,dan Ali bin Tsabit berkata: “Amu telah bertanya kepada Malik bin Anas rahimahullah akan hal ini dari semenjak 35 tahun yang lalu, beliau menjawab: “Masih saja kami mengetahui akan hal itu dilakukan di kota Madinah”. Lihat Kitab Al Mughni 3/294.

Dan Imam Ahmad rahimahullah: “Tidak mengapa seseorang mengatakan kepada orang lain pada hari ‘ied: “Taqabbaalallahu minna wa minka”.

Harb berkata: “Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang perkataan orang-orang di hari ‘ied (‘iedul fithri atau ‘iedul adhha) “Taqabbalallahu minna wa minkum, beliau menjawab: tidak mengapa akan hal tersebut orang-orang syam meriwayatkan dari shahabat nabi Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu. lihat kitab Al Mughni 3/294

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Adapun memulai mengucapkan selamat pada hari ‘ied adalah bukan merupakan sunnah yang diperintahkan dan juga bukan sesuatu yang dilarang, maka barangsiapa yang melakukannya ia mempunyai pekerjaan yang dijadikan sebagai tauladan dan kalau ada yang meninggalkan ia juga mempunyai orang yang dijadikan sebagai teladan. wallahu a’lam”. lihat kitab Majmu’ Al Fatawa 24/253

Dari penjelasan di atas semoga bisa dipahami bahwa mengkhususkan meminta maaf pada hari ‘ied bukan merupakan pekerjaan para shahabat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam radhiyallahu ‘anhum, akan tetapi yang mereka lakukan adalah mendoakan satu dengan yang lainnya sebagaimana penjelasan di atas dan ini yang paling baik dilakukan oleh kaum muslimin.

Terakhir saya akan sebutkan sebuah perkataan indah dari Abdullah bin Mas’ud (seorang shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) radhiyallahu ‘anhu:
عن ابن مسعود – رضي الله عنه – قال : «مَن كانَ مُسْتَنًّا ، فَلْيَسْتَنَّ بمن قد ماتَ ، فإنَّ الحيَّ لا تُؤمَنُ عليه الفِتْنَةُ ، أولئك أصحابُ محمد – صلى الله عليه وسلم – ، كانوا أفضلَ هذه الأمة : أبرَّها قلوبًا ، وأعمقَها علمًا ، وأقلَّها تكلُّفًا ، اختارهم الله لصحبة نبيِّه ، ولإقامة دِينه ، فاعرِفوا لهم فضلَهم ، واتبعُوهم على أثرهم ، وتمسَّكوا بما استَطَعْتُم من أخلاقِهم وسيَرِهم ، فإنهم كانوا على الهُدَى المستقيم».
”Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Barangsiapa yang bersuri tauladan maka hendaklah bersuri tauladan dengan orang yang sudah meninggal, karena sesungguhnya orang yang masih hidup tidak aman dari tertimpa fitnah atasnya, merekalah para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka adalah orang-orang yang termulia dari umat ini, yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya dan paling sedikit untuk berbuat yang mengada-ngada, Allah telah memilih mereka untuk bershahabat dengan nabiNya, untuk menegakkan agamaNya, maka ketauhilah keutamaan mereka yang mereka mililki, ikutilah jalan-jalan mereka, dan berpegang teguhlah semampu kalian akan budipekertibudi pekerti mereka dan sepak terjang mereka, karena sesungguhnya mereka diatas petunjuk yang lurus”.diriwayatkan dengan sanadnya oleh Ibnu Abdil Barr di dalam Kitab Jami’ bayan Al ‘Ilmi wa Ahlih (2/97) dan disebutkan oleh Ibnu Atsir di dalam Jami’ Al Ushul Fi Ahadits Ar Rasul (1/292).
Demikian mengenai dalil dan do'a ucapan menjelang berakhir bulan ramadhan.
Informasi lain tentang kumpulan kalimat gaul terkait hari raya yaitu rangkaian kata puisi lebaran terbaru untuk sarana referensi berbagi bacaan curhat atau pesan anda.

Dalil Ucapan Lebaran Hari Raya Idul Fitri


Dalil Ucapan Lebaran Hari Raya Idul Fitri

Berdasarkan keterangan paling sohih bersumber dari dalil Hadits Nabi Nabi ternyata ucapan do'a di hari raya 'idul fithri bukanlah yang umumnya sering kita dengar di Indonesia, yakni "minal 'aidzin wal faidziin".


Sunnah Rasululloh patut ditiru oleh setiap umat Islam termasuk dalam hal kata-kata atau ucapan yang harus disampaikan sesama saudara seiman. Selain itu pula seharusnya dalam hal ucapan perlu disadari alias dimengerti apa sebenarnya makna dibalik yang disampaikan tersebut, termasuk ucapan doa lebaran di hari Raya.

Berdasarkan kitab Al-Muhamiliyat dengan sandaran sanad kategori hasan Imam Al-Hafidz Ibn Hajar menjelaskan bagaimana kebiasaan para sahabat ketika di hari raya pada zaman Rasulullah SAW. Jubair bin Nufair mengatakan bahwa :
كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض تقبل الله منا ومنك
Artinya : Telah terbukti bahwa para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika bertemu pada hari ‘ied, sebagian mereka mengatakan kepada yang lain: “Taqabbalallahu minna wa minka” (semoga Allah menerima amal ibadah dari kita dan dari anda). Sumber kitab Fath Al Bari 2/446
Kebiasaan yang dilakukan para sahabat Rasul tentunya perlu diikuti oleh kaum muslimin sekarang. Dan ucapan do'a yang biasa disampaikan kepada sesama mukmin lainnya itu saat pulang dari shalat ‘ied berkata kepada sebagian yang lain: “Taqabbalallahu minna wa minka”.

Sumber lain yang dapat kita ambil landasan dalil terkait ucapan lebaran hari raya yang sohih berlandaskan keterangan hadits sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahberkata: “sanad hadits Abu Umamah adalah sanad yang baik,dan Ali bin Tsabit berkata: “Amu telah bertanya kepada Malik bin Anas rahimahullah akan hal ini dari semenjak 35 tahun yang lalu, beliau menjawab: “Masih saja kami mengetahui akan hal itu dilakukan di kota Madinah”. Lihat Kitab Al Mughni 3/294.

Sementara itu budaya tradisi ucapan dengan kata MINAL 'AIDZIN WAL FAIDZIN dengan arti MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN sangat tidak berdasar pada dalil Naqli yang jelas. Namun apabila dibahas dari segi arti bahasa kurang lebih penjelasannya seperti begini :

Dikalangan masyarakat dan media Televisi berjuta juta muslim di indonesia sering mendengar kata ini digandengkan dengan kata 'Mohon maaf lahir batin' sehingga kurang lebih Begini:
  • Min, Artinya “termasuk”.
  • Al-aidin, Artinya”orang-orang yang kembali”
  • Wa, Artinya “dan”
  • Al-faidzin, Artinya “ menang”.
Jadi makna arti dari kata "Minal Aidin Wal Faidzin" jika dipaksakan diterjemahkan kedalam kai'dah tata bahasa Arab - Indonesia yang benar adalah “Termasuk dari orang-orang yang kembali (dari perjuangan ramadhan) sebagai orang yang menang”. Artinya begitu rancu bukan?

Budaya kaum muslimin di Arab ucapan yang disampaikan ketika menyambut hari Idul Fitri (yang mengikuti teladan nabi Muhammad Saw) adalah "Taqabbalallahu minna waminkum", Kemudian menurut riwayat ucapan nabi ini ditambahkan oleh orang-orang dekat jaman Nabi dengan kata-kata"Shiyamana wa Shiyamakum", yang artinya puasaku dan puasamu, sehingga kalimat lengkapnya menjadi "Taqabbalallahuminna wa minkum, Shiyamana wa Shiyamakum" (Semoga Alloh menerima amalan puasa saya dan Kamu).

Dari Riwayat tersebut Dan seperti keterangan keterangan yg dipaparkan yang benar adalah dari “Taqabbalallahu… sampai … shiyamakum”. tidak satu pun menyatakan ada istilah Minal Aizin wal Faidzin. Atau Tanpa minal Aidin wal faidzin.

Jadi mengucapkan Minal Aidin wal Faizin, jika kita mengucapkannya dengan niat ingin mencontoh kebiasaan Rosulullah/Ittiba’qauly, jatuhnya bisa menjadi Bid’ah, tapi kalau niatnya hanya untuk “Ingin mendoakan sesama Saudara seiman”, mudah-mudahan tidak salah.
Namun sebagaimana landasan yang jelas tentang Dalil hadits ucapan lebaran hari raya selayaknya kita ucapkan : "TAQOBBALALLOHU MINNA WA MINKUM". 
Selamat berlebaran di hari raya yang bahagia ini, dan jangan lupa untuk membaca analisis hadits shaum syawal pada situs ini.

Rabu, 14 Juni 2017

Ramadhan , Peningkatan Ukhuwah


Ramadhan, Momentum Peningkatan Ukhuwah

Bulan Ramadan disebut bulan penuh berkah, penuh ampunan Allah. Di bulan Ramadan, ada sejumlah kegiatan ibadah yang bisa meningkatkan ta'aruf dan syariat ibadah diantaranya ramadhan meningkatkan ukhuwah di antara sesama muslim. Di antara kegiatan ibadah bersama yang dapat meningkatkan jalinan persaudaraan antara umat Islam itu diantaranya :

Pertama, shaum itu sendiri. Selama menunaikan saum kita bisa merasakan bagaimana haus dan dahaga selama satu bulan. Jika bukan karena dasar keimanan tentu hal itu cukup memberatkan. Perasaan lapar dan haus itu akan membangkitkan kesadaran akan kelaparan dan kehausan yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang fakir dan miskin, yang bukan hanya dalam waktu satu bulan, tapi mungkin setiap hari.


Kesadaran itu akan mendorong untuk mau berbagi rizki dengan mereka dalam bentuk zakat, infak dan sedekah. Ini akan lebih memper-erat hubungan baik antara si kaya dengan si miskin., disamping tentu bersedekah di bulan Ramadan memiliki nilai istimewa, seperti dinyatakan dalam hadits riwayat at-Tirmidzi bahwa seutama-utamanya sedekah, adalah sedekah di bulan Ramadan. 
Kedua, shalat Tarawih berjamaah meningkatkan persaudaraan. Salat Tarawih bisa dilaksanakan munfarid atau sendirian, tapi lebih utama dilaksanakan berjamaah. Imam Ahmad pernah ditanya oleh muridnya tentang mana yang lebih utama tarawih sendirian atau berjamaah. Beliau menjawab : berjamaah dengan imam lebih utama. Ketika ditanyakan dasarnya. Beliau menjelaskan bahwa ketika Rasulullah saw mengimami salat tarawih sampai lewat tengah malam, ada sahabatnya yang usul agar diteruskan salat, mungkin tidur juga tanggung. Nabi saw menjawab tidak usah, karena barangsiapa yang salat tarawih bersama imam (berjama'ah) sampai selesai, maka sesisa malam yang tidak dipakai tarawih, akan diberi pahala salat tarawih.

Ketiga, menyediakan makanan buat berbuka orang-orang yang shaum, baik untuk keluarga, atau yang lainnya, terutama bagi kaum du'afa. (fakir, miskin, aitam). Caranya bisa diantar ke rumah mereka, atau disediakan di mesjid atau diundang ke suatu tempat lainnya. Amalan ini memiliki keutamaan seperti yang dijelaskan Nabi saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah yang menyatakan bahwa barangsiapa yang menyediakan buka bagi orang yang saum akan mendapatkan ampunan Allah. Kemudian dalam hadits riwayat Imam Ahmad dinyatakan bahwa barangsiapa yang menyediakan buka buat orang yang saum, maka ia akan mendapatkan pahala sebesar pahala orang-orang yang saum yang disediakan buka olehnya.

Keempat, Tadarus bersama-sama, Selama bulan Ramadan kita dianjurkan untuk lebih memperbanyak tadarus al-Qur'an, seperti yang dilakukan oleh Nabi saw bersama malaikat Jibril. Kegiatan tadarus ini bisa dilakukan dalam bentuk membaca dan memahami al-Qur'an baik sendiri-sendiri atau bersama-sama di mesjid atau tempat lainnya, atau dalam bentuk halakoh, kultum, kuliah subuh, ceramah tarawih, diskusi, dsb.

Kelima, I'tikaf bersama di mesjid. Pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan Nabi saw bersama sahabatnya biasa menjalankan I'tikaf, yakni berdiam diri di mesjid, untuk memperbanyak tadarus dan kegiatan ibadah lainnya.

Kegiatan-kegiatan ibadah yang dilakukan secara jama'i berkelompok, baik itu I'tikaf, tadarus, buka shaum, tarawih, ini merupakan momentum untuk lebih memperluas ta'aruf dan lebih memperkokoh solidaritas dan ukhuwah di antara sesama muslim. Semoga.

Demikian artikel menarik membahas bulan suci Ramadhan dengan judul tema Shaum momentum peningkatan ukhuwah yang ditulis oleh KH. Drs. Shiddiq Amien, MBA Allohu yarham, beliau mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat PERSIS.
Terima kasih telah berkunjung dan anda dapat membaca tulisan menarik lain dengan judul kedudukan hadits doa menyambut ramadhan yang harus anda ketahui.

Minggu, 04 Juni 2017

Hukum Puasa Wanita


Hukum Puasa Wanita yang Tidak Berjilbab, Tidak Diterimakah? 



  Hukum Puasa Wanita yang Tidak Berjilbab - Puasa merupakan gelanggang untuk melatih dan mengendalikan nafsu, baik yang bersumber dari perut (makan dan minum) maupun kemaluan (jima’ di siang hari). Sebab memang tujuan puasa adalah membentuk manusia bertaqwa kepada Allah swt (lihat surat al-Baqarah: 183) dan salah satu bentuknya adalah tidak melanggar batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh-Nya (lihat surat al-Baqarah: 187). Sebab memang nafsu perut dan kemaluan seringkali menjadi pemicu seseorang melanggar apa yang sudah menjadi keketapan Allah swt.


Meskipun tujuan puasa sudah Allah utarakan dengan gamblang dan jelas, namun masih banyak kita dapati sebagian kaum muslimin belum sepenuhnya tunduk pada perintah-Nya. Salah satu fenomena yang sering kita dapati adalah muslimah yang tidak mengenakan jilbab dalam keseharian, baik ketika puasa (Ramadhan) atau tidak. Hal ini patut menjadi renungan bersama sebab jilbab hukumnya wajib bagi setiap perempuan yang sudah baligh.

 Pembahasan kali ini adalah pemaparan tentang wanita yang berpuasa (Ramadhan) namun tidak mengenakan jilbab. Sebelum membahas soal pandangan hukum (fikih) tentang puasa wanita muslimah yang tidak mengenakan hijab, terlebih dahulu akan kami paparkan hukum mengenakan hijab bagi wanita muslimah.


Jilbab hukumnya wajib bagi kaum muslimah yang sudah mencapai usia aqil baligh dan hal ini telah disepakati oleh seluruh ulama. Adapun yang masih menjadi perselisihan adalah terkait dengan muka dan telapak tangan; apakah boleh ditampakkan atau harus ditutup. (Pembahasan selengkapnya lihat Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah karya syakih al-Albani).


Adapun dalil yang menerangkan tetang wajibnya jilbab adalah sebagai berikut:



يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا


“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah meeka menutupkan jilbabnya (sejenis baju kurung yang lebar yang dapat menutup kepala, wajah, dan dada) ke seluruh rubuh mereka.’ Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [Q.S. al-Ahzab (33): 59].”



قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah meereka menghenyakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung [Q.S. an-Nur (24): 30-31].”

Adapun dalil dari as-Sunnah adalah:


عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الحُيَّضَ يَوْمَ العِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الخُدُورِ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ المُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلُ الحُيَّضُ عَنْ مُصَلَّاهُنَّ قَالَتِ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا

“Dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata; Kami diperintahkan untuk mengeluarkan (membawa serta) para wanita haid dan yang sedang dipingit untuk ikut (menghadiri) shalat dua hari raya dan menyaksikan (turut serta) jama’ah kaum muslimin dan doa mereka. Para wanita haid memisahkan diri dari tempat shalat mereka. (Kemudian) seorang perempuan berkata, ‘Wahai Rasulallah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.’ Rasul saw menjawab; ‘Hendaklah temannya meminjamkan jilbabnya’
(H.R. al-Bukhari no. 351. Lihat pula al-Mu’jam al-Kabir, XXV: 57, hadits no. 127).”


Berkaitan dengan makna jilbab, Imam al-Qurthubi mengatakan:


قوله تعالى مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ الْجَلَابِيبُ جَمْعُ جِلْبَابٍ وَهُوَ ثَوْبٌ أَكْبَرُ مِنَ الْخِمَارِ وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ الرِّدَاءُ وَقَدْ قِيلَ إِنَّهُ الْقِنَاعُ وَالصَّحِيحُ أَنَّهُ الثَّوْبُ الَّذِي يَسْتُرُ جَمِيعَ الْبَدَنِ

“Berkaitan dengan firman Allah, ‘Mengulurkan jilbab mereka’, lafal al-jalabib merupakan bentuk plural dari kata jilbab, yaitu pakaian yang lebih besar dari khimar (kerudung). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud bahwa jilbab adalah rida’ (selendang). Pendapat lain mengatakan jilbab adalah qina’ (kain yang menutupi wajah). Adapun pendapat yang shahih adalah jilbab merupakan pakaian yang munutupi seluruh badan (Tafsir al-Qurthubi, XIV: 243).”

9 Rahasia hidup sehat Nabi SAW

9 Rahasia hidup sehat Nabi SAW

9 Rahasia hidup sehat Nabi SAW merupakan sesuatu yang perlu dicoba bagi umat Muslim. Kesehatan bisa dibilang tidak ada nilai ukur bandingannya dengan harga apapun, meski punya harta banyak, uang melimpah, punya bisnis yang sukses, namun apabila didera sakit setiap waktu pastilah semuanya tidak ada harganya sama sekali. Ketika sakit, menyembuhkan penyakit dengan obat herbal sangat dianjurkan karena sedikit sekali efek sampingnya. Ketika nikmat tersebut dicabut oleh Allah SWT, maka manusia rela mencari
pengobatan dengan biaya mahal bahkan ke tempat jauh sekalipun.

Rahasia hidup sehat Nabi SAW yang sesuai tuntunan Islam dan Al Quran, sangat sedikit orang yang peduli. Coba lihat mereka yang berbaring di rumah sakit, betapa mereka mengharap sebuah kesembuhan, maka selayaknya manusia selalu bersyukur dengan nikmat sehat tersebut. Nabi SAW menghirup udara sepertiga malam terakhir sangat kaya dengan oksigen dan belum terkotori oleh zat-zat lain. Sehingga sangat bermanfaat untuk optimalisasi metabolisme tubuh.
Kesehatan sering dilupakan, padahal ibarat mahkota indah di atas kepala orang-orang sehat yang tidak bisa dilihat kecuali oleh orang-orang yang sakit. Nabi Muhammad SAW bangun di sepertiga malam dengan menghirup udara segar di waktu subuh. Beliau bangun sebelum subuh dan melaksanakan qiyamul lail. Hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap vitalitas seseorang dalam aktivitasnya selama seharian penuh.

9 Rahasia Hidup Sehat Nabi SAW

  Kesehatan merupakan aset kekayaan yang tak ternilai harganya. Bila sakit menimpa, maka dengan sendirinya berbagai upaya untuk memenuhi kewajiban pokok akan sulit dilaksanakan. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kesehatan merupakan modal pokok dalam mencapai tujuan. Coba terapkan 9 rahasia hidup sehat Nabi SAW, sebagai berikut:


1. Perawatan Kesehatan dengan Madu

Pola hidup sehat Nabi Muhammad SAW yang pertama adalah beliau membuka menu sarapan dengan segelas air putih dicampur sesendok madu asli. Khasiatnya luar biasa. Dalam Al Quran, madu merupakan syifaa (obat) yang diungkapkan dengan isim nakiroh menunjukkan arti umum dan menyeluruh. Ditinjau dari ilmu kesehatan, madu berfungsi untuk membersihkan lambung, mengaktifkan usus-usus dan menyembuhkan sambelit, wasir dan peradangan. Beliau juga menggunakan siwak untuk menjaga kesehatan mulut dan gigi.
2. Hidup Sehat dengan Kurma
Pada waktu dhuha, beliau senantiasa mengkonsumsi 7 butir kurma ajwa’ (matang). Beliau bersabda, “Barang siapa makan tujuh butir kurma, maka akan terlindungi dari racun”. Hal tersebut terbukti ketika seorang wanita Yahudi menaruh racun dalam makanan Rasulullah pada sebuah percobaan pembunuhan di perang khaibar. Racun yang tertelan olehnya kemudian dinetralisir oleh zat-zat terkandung dalam kurma. Seorang sahabat, Bisyir ibu al Barra’ yang ikut makan tersebut akhirnya meninggal, tetapi Rasulullah selamat dari racun tersebut.
3. Menjaga Kesehatan dengan Karbohidrat
Menjelang sore hari, pola makan beliau biasanya adalah cuka dan minyak zaitun. Selain itu, Nabi SAW juga makan karbohidrat seperti roti. Manfaatnya banyak sekali, diantaranya mencegah lemah tulang, kepikunan di hari tua, melancarkan sembelit, menghancurkan kolesterol dan melancarkan pencernaan. Roti yang dicampur cuka dan minyak zaitun juga berfungsi mencegah kanker dan menjaga suhu tubuh di musim dingin.
4. Perawatan Kesehatan dengan Sayur-Sayuran
Rahasia hidup sehat Nabi Muhammad SAW berikutnya adalah sayur-sayuran di waktu malam hari. Secara umum, sayuran memiliki kandungan zat dan fungsi sama yaitu menguatkan daya tahan tubuh dan melindungi dari serangan penyakit. Selain itu, Rasulullah tidak langsung tidur setelah makan malam. Beliau beraktivitas terlebih dahulu supaya makanan yang dikonsumsi masuk lambung dengan cepat dan baik sehingga mudah dicerna.
5. Menjaga Kesehatan dengan Makanan Halal
Makan sesudah lapar dan berhenti sebelum kenyang termasuk pola hidup sehat Nabi SAW. Pastikan makanan yang didapatkan adalah halal dan baik serta tidak mengandung unsur-unsur yang haram. “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS: Al Maidah: 88). Halal berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu halal cara mendapatkannya dan halal barangnya. Sedangkan thayyib berkaitan dengan urusan duniawi, seperti baik tidaknya atau bergizi tidaknya makanan yang dikonsumsi.

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Dalil ucapan menjelang akhir bulan ramadhan

 Dalil ucapan menjelang akhir bulan ramadhan Postingan kali ini menguraikan selintas mengenai dalil ucapan menjelang akhir bulan ramadhan ...

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Pengikut

Total Tayangan Halaman

Cari Blog Ini

Translate

Recent In Internet

JADWAL SHOLAT


jadwal-sholat

Theme Support

Adbox

Media Sosial

Facebook Google Plus LinkedIn Pinterest